OPINI : Valentine's Day Dalam Sorotan

OPINI : Valentine's Day Dalam Sorotan - Hallo sahabat PORTAL PIYUNGAN, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul OPINI : Valentine's Day Dalam Sorotan, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Berita, Artikel Bone, Artikel Daerah, Artikel Hari Ini, Artikel Indonesia, Artikel Kabar, Artikel Ragam, Artikel Terkini, Artikel Update, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : OPINI : Valentine's Day Dalam Sorotan
link : OPINI : Valentine's Day Dalam Sorotan

Baca juga


OPINI : Valentine's Day Dalam Sorotan




Februari identik dengan ‘bulan merah jambu’. Pasalnya, terdapat perayaan Valentine’s Day pada bulan itu. Tanggal 14 Februari setiap tahunnya menjadi saksi dimana muda-mudi mengaku mendedikasikan hari itu sebagai hari kasih sayang. Ironisnya, Valentine dijadikan arena untuk memberikan pembuktian kasih sayang dengan berhubungan lebih intim. Kasih sayang kok gitu?

Menyoal Valentine’s Day

Ustadz Guslaeni Hafid, da’i muda energik, dalam sebuah talkshow remaja bertema hari kasih sayang, 14/02/2012, menjelaskan bahwa sejarah asal mula Valentine’s Day berasal dari Perayaan Lupercalia, yaitu rangkaian upacara pensucian di masa Romawi Kuno (13-18 Februari).

Selain itu, sejarah juga menyebutkan bahwa Valentine berasal dari kebudayaan romawi. Kerajaan Romawi, yang dipimpin Kaisar Claudius II sekitar Abad III masehi.

Dia menangkap dan memenjarakan seorang pendeta yang bernama Valentine hingga ia meninggal tanggal 14 Februari 270 Masehi. Dia dipenjara karena melanggar perintah kaisar untuk tidak menikahkan pemuda pada zaman itu.

Ketika agama Kristen Katolik masuk Roma, mereka mengadopsi upacara ini dan mewarnainya dengan nuansa Kristiani. Pada 496 M Paus Gelasius I menjadikan upacara Romawi Kuno ini menjadi Hari Perayaan gereja dengan nama Saint Valentine’s Day untuk menghormati St Valentine yang kebetulan mati pada 14 Februari.

Sehingga, jelaslah perayaan ini bukan budaya Islam. Kang Hafid juga mengatakan bahwa Valentine’s Day adalah kebudayaan kufur yang bisa membuat orang yang merayakannya menduakan Allah SWT.

Menurutnya, kata Valentine berasal dari bahasa Latin yang berarti “Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuat dan Yang Maha Kuasa” untuk Nimrod dan Lupercus, Tuhan orang Romawi. Sehingga, ketika kita mengatakan ‘to be my Valentine’ berarti memintanya menjadi “Sang Maha Kuasa”.

Jadi budaya Valentine sama halnya menghidupkan budaya pemujaan kepada berhala. Adapun survey terkait aktivitas pada Valentine’s Day cenderung mengindikasikan hal negatif.

Dilansir dari Kompascommunity.com, 14/02/07, survey yang dilakukan oleh Assumption University di Thailand terhadap 1.222 pemudi menemukan bahwa 11% dari mereka berencana menyerahkan keperawanannya pada malam Valentine.

Di dalam negeri, tim Riset Kaltim Post yang mewawancarai 35 remaja berusia 16 hingga 18 tahun di Samarinda, menemukan mufakat mengejutkan. Beberapa responden yang ditemui tim riset, berencana merayakan Valentine's Day dengan berhubungan badan (Prokal.co, 14/02/2016).

Miris! 14 Februari memang tidak hanya menjadi satu momen untuk melakukan kemaksiatan atas nama cinta dari para pasangan muda, namun juga telah jauh terjerumus pada sebuah perayaan maksiat yang sedemikian luar biasa besar.

Perilaku seks bebas yang meningkat ketika Hari Kasih Sayang ini bukanlah sebuah isapan jempolan belaka. Hal ini ditandai dengan ditemukannya berbagai macam produk kondom menjelang Valentine’s Day di minimarket kota-kota besar.

Seks bebas sudah menjadi semacam kebudayaan di kota metropolitan. Terbukti, Kepala BKKBN, Dr. Sugiri Syarief dalam acara “Workshop Generasi Berencana dan Berkarakter” menyampaikan bahwa 50% dari total ABG yang berusia 15-17 pernah melakukan seks bebas.

Mengurai Sebab Valentine’s Day merupakan bagian dari skenario liberalisasi yang sengaja dijajakan ke penjuru dunia. Hari Kasih Sayang ini dipropagandakan kepada kaum Muslim untuk meninabobokan mereka dengan aktivitas yang melanggar syariat.

Sebab, aktivitas tersebut merupakan aktivitas kaum kafir (tasyabbuh bil kuffar). Padahal, jelas-jelas kaum Muslim dilarang melakukannya. Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa menyerupai suatu kaum, berarti ia termasuk golongan mereka” (HR. Abu Daud).

Di sisi lain, pemahamam kaum Muslim terhadap ajaran Islam sendiri juga sangat lemah. Aqidah yang tidak menancap kuat dan ketidaktahuan akan hukum syariat Islam terkait dengan perbuatan, membuat umat Islam begitu mudah tertipu.

Sehingga, begitu muncul produk atau aktivitas-aktivitas baru yang sebetulnya bertentangan dengan Islam, mereka tidak memiliki kemampuan menyaring, memilah atau membandingkan, apakah ini halal atau haram, boleh atau tidak.

Akhirnya, tanpa mereka sadari mereka mengikuti saja arus yang mengalir di masyarakat. Selain itu pola pendidikan yang tidak sesuai aturan agama menyebabkan anak mudah dipengaruhi oleh lingkungan yang kebanyakan melanggar norma-norma adat dan agama itu sendiri.

Remaja yang biasa bergaul bebas muda-mudi, biasa pacaran, akan sangat terpesona dengan jargon hari kasih sayang. Sementara remaja baik-baik yang tadinya cuek dengan hari tersebut, bila bergaul dengan para aktivis Valentine’s Day, tentu saja mau tidak mau terpengaruh untuk ikut meramaikannya.

Hal ini diperparah dengan longgarnya pengawasan dari orang tua. Bahkan orang tua memberikan dukungan kepada anaknya untuk merayakan hari tersebut. Misal dengan dukungan dana untuk merayakannya, diberi kelonggaran keluar pada tanggal 14 Februari, atau dibolehkan berdua-duaan dalam waktu lama dengan pasangannya pada Valentine’s Day.

Fenomena Valentine’s Day juga didorong oleh perilaku ‘bejat’ para kapitalis. Mereka memanfaatkan momen guna meraup untung sebesar-besarnya. Para pelaku bisnis, yang ironisnya sebagian besar juga muslim, ikut andil dalam menyemarakkan hari kasih sayang.

Diluncurkanlah produk-produk terbaru yang bernuansa ‘cinta’. Seperti parcel valentine, pernak-pernik serba pink, berbentuk daun waru, dan kartu valentine dengan berbagai desain lengkap dengan kata-kata puitis penuh ungkapan cinta.

Pusat perbelanjaan, hotel, restoran, kafe, outlet dan bahkan kantor-kantor juga dihiasi dengan nuansa valentine. Entah itu berupa spanduk berisi slogan-slogan, pita-pita, balon dan pernak- pernik serba pink, atau menggelar acara khusus bertajuk peringatan hari kasih sayang.

Media massa pun cukup besar kontribusinya dalam ‘mempromosikan’ perayaan hari kasih sayang tersebut. Bagaimana tidak, pemberitaan ‘positif’ dan iklan-iklan produk pun dikait- kaitkan dengan Hari Valentine, baik di media cetak maupun televisi.

Dengan gencarnya pemberitaan dan iklan semacam itu, tentu saja opini tentang adanya Valentine’s Day dan keharusan untuk merayakannya semakin menguat. Otomatis remaja semakin merasa penting untuk terlibat di dalamnya, tanpa mampu melihat lagi sisi negatifnya.

Lengkaplah sudah dorongan bagi mereka untuk terjerumus ke dalam lembah kesalahan. Semua itu dilakukan dengan dalih modernitas, trendy dan gaul. Batasan halal-haram dan norma-norma agama dicampakkan begitu saja. Itulah potret umat di masa kini yang begitu memprihatinkan.

Kasih Sayang dalam Pandangan Islam Islam tidak mengenal Valentine’s Day. Momen berkasih sayang dalam Islam tidak terjadi di hari tertentu dan tidak diisi dengan aktivitas berbau zina (merayakannya berdua-duaan, menyepi, bermesra-mesraan dan tak jarang diakhiri dengan hubungan suami-istri). Jelas ini aktivitas yang diharamkan oleh Allah.

Mereka sudah melakukan dosa berkhalwat (berdua-duaan dengan lawan jenis yang bukan mahram), mendekati zina, dan bahkan telah berzina. Padahal Allah Swt melarang keras umat-Nya untuk mendekati zina, apalagi sampai melakukan zina.

Allah SWT berfirman, “Dan janganlah kalian mendekati zina, sesungguhnya zina itu perbuatan tercela dan jalan yang buruk.” (TQS. Al-Isra:32). Sebagian remaja lainnya membenarkan Hari Valentine karena toh merayakannya beramai-ramai dan nggak sampai berzina.

Misalnya sekadar jalan-jalan bareng ke tempat wisata atau makan rame-rame di kafe. Inipun tetap melanggar syariat Islam karena Allah melarang kita untuk ber- ikhtilat (campur baur antar laki-laki dan perempuan yang tidak ada keperluan syar’i).

Maka sesungguhnya hanya aturan Islam lah yang mampu menempatkan perasaan cinta antar manusia di tempat yang seharusnya. Islam tidak mengekang apalagi membunuh fitrah manusia untuk mencintai, namun juga tidak membiarkannya hingga menjadi tak terbatas dan menggila.

Hingga sesungguhnya cinta itu benar-benar indah, terjaga, dan juga membahagiakan, baik antar suami istri, orang tua dan anak, kerabat, sahabat, bahkan penguasa dan rakyat.

Kecintaan terhadap manusia ini didasari oleh kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya; mencintai atas dasar aqidah Islam.

Khusus untuk hubungan lawan jenis (hubungan seksual) antara pria dan wanita, maka Islam hanya membolehkannya terjadi melalui ikatan perkawinan. Di luar hubungan lawan jenis, yakni interaksi-interaksi lain, seperti hubungan antara bapak, ibu, anak, saudara, paman, atau bibi,

Islam telah membolehkannya sebagai hubungan silaturahim antar mahram. Islam juga membolehkan wanita atau pria melakukan aktivitas perdagangan, pertanian, industri, dan lain- lain; di samping membolehkan mereka menghadiri kajian keilmuan, melakukan shalat berjamaah, mengemban dakwah, dan sebagainya, dalam batasan tertentu.

Adapun ketika belum menikah, maka Islam telah menetapkan hukum-hukum tertentu guna menjaga kehormatan. Di antaranya adalah: Pertama, Islam telah memerintahkan kepada manusia, baik pria maupun wanita, untuk menundukkan pandangan.

Allah SWT berfirman, “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman, 'Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat” (TQS an-Nûr: 30).

Kedua, Islam memerintahkan kepada kaum wanita untuk mengenakan pakaian syar’i (sebagaimana dalam an-Nur: 31 dan al-Ahzab: 59). Ketiga, Islam melarang pria dan wanita untuk berkhalwat (berdua-duaan), kecuali jika wanita itu disertai mahram-nya.

Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah sekali-kali seorang pria dan wanita berkhalwat, kecuali jika wanita itu disertai mahram-nya.” (HR Bukhari).

Keempat, Islam sangat menjaga agar dalam kehidupan khusus, komunitas wanita terpisah dari komunitas pria; begitu juga di dalam masjid, di sekolah, dan lain sebagainya.

Kelima, Islam juga sangat menjaga agar hubungan kerjasama antara pria dan wanita hendaknya bersifat umum dalam urusan-urusan muamalat; bukan hubungan yang bersifat khusus seperti saling mengunjungi antara wanita dengan pria yang bukan mahram-nya.

Dengan hukum-hukum ini, Islam dapat menjaga interaksi pria dan wanita, serta menghindarkan mereka dari aktivitas-aktivitas maksiat, termasuk Valentine’s Day.

Interaksi antar mahram diwarnai kasih sayang yang dilandasi kecintaan kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. Sedangkan interaksi non-mahram dibangun tetap dalam koridor kerjasama semata dalam menggapai berbagai kemaslahatan.

Hal tersebut hanya dapat terlaksana ketika hukum-hukum Allah SWT diterapkan secara sempurna. Wallahu ‘alam bisshawab.

Oleh : Hasni Tagili (Dosen & Aktivis MHTI Konawe)



EDITOR : JUMARDI
COPYRIGHT © BONEPOS 2016


Demikianlah Artikel OPINI : Valentine's Day Dalam Sorotan

Sekianlah artikel OPINI : Valentine's Day Dalam Sorotan kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel OPINI : Valentine's Day Dalam Sorotan dengan alamat link https://dportalpiyungan.blogspot.com/2017/02/opini-valentines-day-dalam-sorotan.html

Subscribe to receive free email updates: