OPINI : Filosofi Kepemimpinan Ajjoareng Dalam Masyarakat Bugis

OPINI : Filosofi Kepemimpinan Ajjoareng Dalam Masyarakat Bugis - Hallo sahabat PORTAL PIYUNGAN, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul OPINI : Filosofi Kepemimpinan Ajjoareng Dalam Masyarakat Bugis, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Berita, Artikel Bone, Artikel Daerah, Artikel Hari Ini, Artikel Indonesia, Artikel Kabar, Artikel Ragam, Artikel Terkini, Artikel Update, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : OPINI : Filosofi Kepemimpinan Ajjoareng Dalam Masyarakat Bugis
link : OPINI : Filosofi Kepemimpinan Ajjoareng Dalam Masyarakat Bugis

Baca juga


OPINI : Filosofi Kepemimpinan Ajjoareng Dalam Masyarakat Bugis


BONEPOS.COM - Dahulu, suatu hal yang ladzim ketika kesantunan dan keramahan kita sebagai penduduk di negeri nyiur melambai menjadi nilai yang melekat kuat hingga memasuki fase baru dalam orde digital pada gaya hidup modern yang mengglobal.

Kuatnya arus modernitas dan transformasi informasi beserta ilmu pengetahuan disegala lini, tak pelak akan menjadikan paham postmodern sebagai buih yang merembes ke seluruh pelosok dunia menghantam pilar-pilar pertahanan budaya local dari berbagai bangsa.

Sebagian budaya yang masih kuat akan mengadaptasikan diri, sementara yang memiliki resistensi yang kuat akan mengisolasi diri. Kenyataan ini tak pelak menjadi masalah baru betapa kekayaan yang yang berciri kedaerahan mulai tak berdaya dari hempasan induk peradaban yang mewarnai roda-roda kehidupan era revolusi berskala besar.

Tragedy yang menimpa budaya dan tradisi Indonesia ini diibaratkan sebagai sebuah batang tubuh yang berada dalam keadaan yang rapuh. Akibatnya, manusia-manusia menjadi konsumerisme dan materialisme, yang berimplikasi pada tumbuh suburnya nepotisme, kolusi, dan korupsi yang sekarang telah menjadi bangsa bagai benang kusut yang tidak tahu darimana harus memulai untuk memberantasnya.

Maka salahsatu upaya sederhana dimulai dari tataran seorang pemimpin dalam perspektif nilai sosial budaya bugis yang disebut" Ajjoareng bisa diartikan sebagai seorang yang dapat mendahului atau generasi yang mendahului leluhurnya dalam lintasan kepemimpinan atau disebut Pattola Palallo atau Pattuppu Batu.

Ajjoareng dipandang sebagai figur pewaris keturunan tertua dari suatu kaum.lalu ia diikuti dan dipandang sebagai teladan yang baik karna kebijaksanaan dan kesantunan yang dimiliki dalam lapangan tertentu dibarengi dengan kepandaian, sifat dermawan dan bertanggungjawab.

Sikap Ajjoareng yang dimiliki seorang laki laki bugis inilah di pandang sebagai wija Makkarung atau Wija Pattola dalam tatanan masyarakat akar rumput yang kelak akan dipimpinnya. Pola kepemimpinan ajjoareng di masyarakat bugis, merefleksikan hubungan timbal balik yang saling menguntungkan, terutama dalam bidang kehidupan sosial dan kemaslahatan umat.

Pemimpin atau Ajjoareng dan kaum yang dipimpin atau Joa masing-masing memiliki hak, kewajiban dan batas ruang masing-masing dalam membangun status dan peranan di masyarakat disertai tanggungjawab masing-masing secara timbal-balik.

Seorang Ajjoareng mempunyai kewajiban untuk memberi rasa aman, baik secara fisik dengan memberikan perlindungan maupun secara moril dengan menumbuhkan semangat dan bekal hidup Jemma Tebbeq nya dengan karsa dan estimasi nya.

Esensi dari sosok seorang ajjoareng adalah juru ponggawa yang mampu menjawab semua tantangan yang dihadapi oleh joa nya baik siriq, harkat dan harta benda yang merupakan bagian yang integral dari keluarga dan komunitas sehingga mereka mampu menegakkan harga diri bersama (masseddi siriq). Karna itu pula, joa merasa terpanggil untuk mengabdi kan dirinya kepada ajjoareng, demi keberhasilan dan kejayaan tuannya.

Walaupun untuk itu ia harus mengorbankan jiwanya jika memang diperlukan. Pengorbanan seorang Joa dipandang sebagai upaya untuk menegakkan siriq. Sebaliknya pun dapat terjadi, Ajjoareng pun dapat melakukan apapun untuk melindungi joa-nya. Jika joa tersebut berada pada posisi yang benar.

Dalam setiap negeri(wanua), Ajjoareng menempati posisi strategis sebagai seorang pemimpin yang kelak akan menjadi tokoh sentral pemangku siriq agar bisa diemban, dipelihara dan ditegakkan. Sehingga masyarakat (jemma tebbeq) merasa bersatu dengan pemimpin karna siriq yang diemban, dimiliki dan dibawa bersama.

Antara pemimpin dengan mereka yang dipimpin terikat oleh satu kesadaran martabat diri dan solidaritas kemanusiaan yang menghadirkan nilai pesse atau pacce yang terjalin dan dirasakan sebagai nilai integral yang kuat dan kokoh dalam menjaga stabilitas sosial.

Abdi Mahesa
Mahasiswa Sastra dan Kebudayaan Bugis-Makassar
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Hasanuddin


EDITOR : JUMARDI
COPYRIGHT © BONEPOS 2017


Demikianlah Artikel OPINI : Filosofi Kepemimpinan Ajjoareng Dalam Masyarakat Bugis

Sekianlah artikel OPINI : Filosofi Kepemimpinan Ajjoareng Dalam Masyarakat Bugis kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel OPINI : Filosofi Kepemimpinan Ajjoareng Dalam Masyarakat Bugis dengan alamat link https://dportalpiyungan.blogspot.com/2017/05/opini-filosofi-kepemimpinan-ajjoareng.html

Subscribe to receive free email updates: