Perubahan Iklim dan Budaya Meti Kei

Perubahan Iklim dan Budaya Meti Kei - Hallo sahabat PORTAL PIYUNGAN, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Perubahan Iklim dan Budaya Meti Kei, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Berita, Artikel Daerah, Artikel Indonesia, Artikel Kabar, Artikel Maluku, Artikel Ragam, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Perubahan Iklim dan Budaya Meti Kei
link : Perubahan Iklim dan Budaya Meti Kei

Baca juga


Perubahan Iklim dan Budaya Meti Kei

Selasa tanggal 8 November 2016 kemarin saat pembukaan Konferensi ke -22 Menteri Luar Negeri Maroko Salaheddine Mezouar menyampaikan bahwa semua peserta (COP22) dalam Konvensi Kerangka Kerja PBB mengenai Perubahan Iklim (UNFCCC) mesti berkomitmen pada gagasan nyata iklim dan tindakan untuk mendukung negara yang paling rentan terhadap dampak perubahan Iklim terutama di Afrika, negara pulau-kecil berkembang dan terbelakang. Munculnya perubahan iklim dan dampaknya terhadap negara Afrika, negara pulau-kecil berkembang dan terbelakang saat ini tidak terlepas dari perkembangan pengetahuan manusia sejak terjadinya revolusi industri. Revolusi industri yang melanda Eropa di abad ke-19 dan awal abad ke-20 adalah suatu cara untuk keluar dari persoalan yang terjadi saat itu. Menurut Ruddy Agusyanto (2013) persoalan mendasar itu adalah keterbatasan sumber daya alam dan kondisi iklim yang kurang baik. Kedua faktor inilah yang mendasari munculnya revolusi industri. Tidak bisa dipungkiri bahwa penemuan kapal laut, pesawat, senjata perang modern dan lain-lainnya sebagai hasil produk dari revolusi industri memang memberikan manfaat sangat besar bagi negara-negara Eropa untuk keluar dari keterbatasan sumber daya alam mereka. Penjajahan yang dilakukan pada wilayah-wilayah yang kaya sumber daya alam dapat kita temukan dalam sejarah dunia. Semua itu dilakukan selain untuk membangun negara mereka juga untuk memenuhi kebutuhan hidup. Menurut para pemikir mazhab Frankfurt seperti Ardono, Marcuse, Habermas dkk perkembangan sejarah pengetahuan manusia termasuk revolusi industri tidak terlepas dari cara kerja rasio teknis. Rasio yang diagung-agungkan manusia sejak tradisi filsafat Yunani sampai ke positivisme, lalu saintifik dan teknologi ternyata di satu sisi memunculkan banyak persoalan dalam kehidupan manusia abad ini. Terjadinya perubahan iklim yang berdampak pada negara Afrika, pulau-pulau kecil dan terbelakang dapat dikatakan bermula ketika masyarakat barat melakukan ekspansi besar-besaran ke seluruh dunia untuk menaklukan dan menguasai alam. Ekspansi kekuasaan dengan menggunakan alat-alat teknologi modern adalah satu contoh dari pendekatan rasio teknis. Mereka beranggapan bahwa dengan menaklukan dan menguasai alam menggunakan teknologi modern maka kehidupan umat manusia akan semakin lebih baik lagi. Ternyata anggapan itu tidaklah benar sepenuhnya yang terjadi justru memunculkan banyak persoalan. Salah satu persoalan itu adalah kerusakan lingkungan alam. Inilah kritik yang disampaikan oleh para pemikir mazhab Frankfurt mengenai pendekatan rasio teknis terhadap manusia dan alam.
Selasa tanggal 8 November 2016 kemarin saat pembukaan Konferensi ke -22 Menteri Luar Negeri Maroko Salaheddine Mezouar menyampaikan bahwa semua peserta (COP22) dalam Konvensi Kerangka Kerja PBB mengenai Perubahan Iklim (UNFCCC) mesti berkomitmen pada gagasan nyata iklim dan tindakan untuk mendukung negara yang paling rentan terhadap dampak perubahan Iklim terutama di Afrika, negara pulau-kecil berkembang dan terbelakang.

Munculnya perubahan iklim dan dampaknya terhadap negara Afrika, negara pulau-kecil berkembang dan terbelakang saat ini tidak terlepas dari perkembangan pengetahuan manusia sejak terjadinya revolusi industri. Revolusi industri yang melanda Eropa di abad ke-19 dan awal abad ke-20 adalah suatu cara untuk keluar dari persoalan yang terjadi saat itu. Menurut Ruddy Agusyanto (2013) persoalan mendasar itu adalah keterbatasan sumber daya alam dan kondisi iklim yang kurang baik. Kedua faktor inilah yang mendasari munculnya revolusi industri.

Tidak bisa dipungkiri bahwa penemuan kapal laut, pesawat, senjata perang modern dan lain-lainnya sebagai hasil produk dari revolusi industri memang memberikan manfaat sangat besar bagi negara-negara Eropa untuk keluar dari keterbatasan sumber daya alam mereka. Penjajahan yang dilakukan pada wilayah-wilayah yang kaya sumber daya alam dapat kita temukan dalam sejarah dunia. Semua itu dilakukan selain untuk membangun negara mereka juga untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Menurut para pemikir mazhab Frankfurt seperti Ardono, Marcuse, Habermas dkk perkembangan sejarah pengetahuan manusia termasuk revolusi industri tidak terlepas dari cara kerja rasio teknis. Rasio yang diagung-agungkan manusia sejak tradisi filsafat Yunani sampai ke positivisme, lalu saintifik dan teknologi ternyata di satu sisi memunculkan banyak persoalan dalam kehidupan manusia abad ini.

Terjadinya perubahan iklim yang berdampak pada negara Afrika, pulau-pulau kecil dan terbelakang dapat dikatakan bermula ketika masyarakat barat melakukan ekspansi besar-besaran ke seluruh dunia untuk menaklukan dan menguasai alam. Ekspansi kekuasaan dengan menggunakan alat-alat teknologi modern adalah satu contoh dari pendekatan rasio teknis. Mereka beranggapan bahwa dengan menaklukan dan menguasai alam menggunakan teknologi modern maka kehidupan umat manusia akan semakin lebih baik lagi. Ternyata anggapan itu tidaklah benar sepenuhnya yang terjadi justru memunculkan banyak persoalan. Salah satu persoalan itu adalah kerusakan lingkungan alam. Inilah kritik yang disampaikan oleh para pemikir mazhab Frankfurt mengenai pendekatan rasio teknis terhadap manusia dan alam.

Faktanya memang demikian, pendekatan rasio teknis di satu sisi melihat kehidupan sebatas angka-angka dan ikut memengaruhi perkembangan kehidupan manusia saat itu hingga kini. Contoh konkretnya, individu, masyarakat, dan negara berlomba-lomba mengejar angka-angka (uang) untuk mengejar pertumbuhan ekonomi. Salah satu caranya melalui pembantaian hutan menggunakan teknologi modern dalam jumlah yang sangat besar. Pembantaian hutan dilakukan untuk membangun jalan, pabrik, sekolah, perkantoran dan lain-lain. Yang terjadi kemudian keseimbangan alam menjadi terganggu. Tindakan itu lambat laun memicu terjadinya perubahan iklim. Dan kini seruan dan ajakan dari banyak negara terus digaungkan agar bersama-sama melakukan tindakan nyata guna mengatasi perubahan iklim dan dampaknya.

Pentingnya Membangun Kesadaran Bersama

Festival Pesona Meti Kei yang diselenggarakan Pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara sebulan yang lalu sangat relevan dengan persoalan perubahan iklim yang dibahas pada konferensi ke-22. Kesadaran menjaga lingkungan alam demi keberlangsungan hidup manusia yang terdapat dalam sistem budaya Meti Kei inilah yang diserukan dalam konferensi itu.

Kesadaran itu muncul dari hasil pengamatan leluhur Kei terhadap cara kerja alam selama ribuan tahun. Kesadaran bersama inilah kemudian membentuk sistem budaya lokal masyarakat Kei. Artinya, Meti Kei sebagai sistem budaya lokal dapat kita jadikan contoh dan pijakan berpikir untuk bersama-sama menjaga lingkungan alam dari kerusakan yang semakin akut sebagaimana seruan dan ajakan dalam konferensi ke-22 itu.

Dapat dikatakan pula bahwa seruan dan ajakan itu bertujuan untuk mengikat negara-negara di dunia menyatu pada “sistem budaya global” yang ramah lingkungan alam atau dengan kalimat lain membangun kesadaran bersama (dunia) terhadap lingkungan alam. Meti Kei sebagai sistem budaya lokal yang lahir karena pemahaman manusia atas lingkungan alam dan telah terbukti kebenarannya dapat berkonstribusi membantu terwujudnya “sistem budaya global” yang ramah lingkungan alam itu.

Menurut hemat saya, usaha dari Pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara untuk menumbuhkan kesadaran menjaga lingkungan yang ditampilkan melalui tari-tarian oleh anak-anak sekolah yang dipentaskan dalam Festival Pesona Meti Kei bulan lalu adalah sebuah langkah kecil untuk mengarahkan dan membangun masa depan dunia menuju pada kesadaran bersama itu. Usaha ini harus terus ditingkatkan agar kesadaran diri anak-anak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik sejak dini. Kesadaran sejak dini inilah yang (dapat) menjadi salah satu pendukung terciptanya tatanan “sistem budaya global” yang ramah lingkungan alam di masa mendatang sebagaimana seruan dan ajakan dalam konferensi ke -22 itu.

Karena dalam kenyataannya persoalan pembangunan masih terus mengancam lingkungan alam itu sendiri. Maka marilah kita membangun kembali kesadaran bersama yang pernah hidup dalam sistem budaya lokal kita. Sebagaimana warga Elaar Kei Kecil yang sampai saat ini masih mempertahankan sistem budaya itu ketika mereka pergi mencari ikan di laut. Sekali lagi, dengan bersikap seperti itu maka kesadaran bersama yang pernah kita miliki dapat membantu kita mengatasi kerusakan alam yang lebih akut akibat perubahan iklim.

Terakhir, merujuk pada seruan dan ajakan yang disampaikan dalam Konferensi ke-22 oleh Menteri Luar Negeri Maroko Salaheddine Mezouar maka harapan terbesar tentunya adalah semoga para pembuat kebijakan dapat terus menumbuhkan kesadaran bersama itu dan program-program pembangunan harus memerhatikan aspek lingkungan sehingga perubahan iklim dapat diatasi secara cepat dan tepat. Agar bumi menjadi tempat yang menyenangkan tidak saja untuk kita di masa sekarang tetapi juga untuk generasi di masa mendatang.

Penulis
Julius Russel
Mahasiswa Pascasarjana Filsafat


Demikianlah Artikel Perubahan Iklim dan Budaya Meti Kei

Sekianlah artikel Perubahan Iklim dan Budaya Meti Kei kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel Perubahan Iklim dan Budaya Meti Kei dengan alamat link https://dportalpiyungan.blogspot.com/2016/11/perubahan-iklim-dan-budaya-meti-kei.html

Subscribe to receive free email updates: